Kejaksaan Tinggi (Kejati) Negeri Bali secara resmi membentuk Bale Adhyaksa Restorative Justice di Kabupaten Buleleng, tepatnya di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt. Hal ini dipastikan setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Negeri Bali meresmikan Bale Adhyaksa Restorative Justice tersebut, Rabu (6/4). Bale Adhyaksa Restorative Justice merupakan tempat untuk menyelesaikan perkara secara cepat, sederhana, dan biaya ringan tanpa melalui pengadilan.
Dalam arti lain, Bale Adhyaksa Restorative Justice merupakan tempat penyelesaian perkara hukum diluar persidangan (afdoening buiten process) melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Namun, dalam penyelesaian perkara tersebut terdapat beberapa batasan yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Ini tertuang dalam pasal 5 ayat 1 Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.
Bale Adhyaksa Restorative Justice diresmikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Bali Ade T. Sutiawarman,SH.,MH. Peresmian yang diselenggarakan di Gedung Serba Guna Desa Lokapaksa ini, disaksikan langsung oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana,ST, bersama Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra,Sp.OG. Hadir pula Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna,SH., Sekda Buleleng Drs. Gede Suyasa,M.Pd., FKPD Buleleng, Camat Seririt, Perbekel Desa Lokapaksa, dan tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama Desa Lokapaksa.
Dalam sambutannya, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan sangat mengapresiasi dengan adanya lembaga ini. Dirinya juga berterimakasih atas dipilihnya Buleleng menjadi Kabupaten pertama di Bali yang menjadi tempat pelaksanaan Bale Adhyaksa Restorative Justice. Menurutnya dengan diresmikannya pendekatan ini oleh jaksa agung melalui peraturan jaksa agung, tentunya pendekatan restorative justice ini menjadi harapan baru bagi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang dihadapi.
“Tentunya pendekatan ini nantinya tidak mengurangi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan hukum,” ucapnya.
Bupati Suradnyana berpesan, aparat penegak hukum, khususnya korps adhyaksa dalam menerapkan pendekatan restorative justice ini harus berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku.
“Batasan-batasan yang diperbolehkan dalam penerapan pendekatan ini harus diperhatikan dan dipedomani,” katanya.
Masih kata Bupati Suradnyana, dirinya mengaku sangat mendukung upaya kejaksaan dalam menerapkan pendekatan penyelesaian perkara di luar pengadilan, tentunya dengan batasan-batasan yang sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dirinya juga mengatakan, sebagai Kepala Daerah, ingin agar wilayah Kabupaten Buleleng tetap aman, damai, dan terjaga kondusivitasnya.
“Hal tersebut tentunya sejalan dengan hakekat penerapan restoratif justice, dimana pendekatan ini bertujuan untuk memulihkan kedamaian dan keharmonisan di masyarakat seperti sebelum terjadinya perkara,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Bali Ade T. Sutiawarman,SH.,MH mengatakan, tujuan dari dibentuknya Bale Adhyaksa Restorative Justice ini, untuk melestarikan budaya hukum bangsa Indonesia yang mengedepankan musyawarah dan mufakat untuk menjaga kedamaian dan harmoni dalam masyarakat.
“Pembentukan Bale Adhyaksa keadilan restoratif untuk membantu penyelesaian perkara pidana tertentu yang ringan sifatnya merupakan suatu keniscayaan yang harus diwujudkan,” ucapnya.
Dirinya menambahkan, Pembentukan Bale Adhyaksa restoratif tersebut dapat menjadi sarana penyelesaian perkara diluar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Bale Adhyaksa Keadilan Restoratif tersebut pada hakekatnya juga diharapkan dapat menjadi triger untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan,” pungkasnya. (JOZ)