Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 tahap pertama untuk tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Buleleng telah mencapai 84 persen dari 3.314 nakes. Dari jumlah tersebut terdapat 15 persen lebih belum menjalankan vaksinasi diantaranya 7,5 persen penundaan dan tujuh persen dibatalkan.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Kabupaten Buleleng Gede Suyasa usai melakukan vaksinasi kedua di RSUD Buleleng, Rabu (10/2).
Suyasa menjelaskan, bagi peserta yang dibatalkan vaksinasinya tentu telah melalui penelusuran terlebih dahulu. Peserta yang dibatalkan tersebut adalah peserta yang memiliki penyakit peserta dan peserta yang pernah terkonfirmasi COVID-19. Dengan demikian, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, peserta tersebut tidak dilakukan vaksinasi. Sedangkan bagi peserta yang ditunda adalah peserta yang sedang menyusui, hamil, dan begitu giliran vaksin peserta mengalami situasi yang tidak dimungkinkan untuk disuntik vaksin. Seperti pilek, batuk atau tekanan darahnya tidak memenuhi syarat untuk dilakukan vaksinasi. “Sedangkan untuk peserta yang lansia dari dua hari yang lalu sudah bisa diberikan sesuai arahan dari Kemenkes,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Kabupaten Buleleng Putu Arya Nugraha mengungkapkan untuk vaksinasi nakes tahap kedua sudah selesai. Namun, masih ada beberapa yang belum melakukan vaksinasi karena masih dalam kendala seperti sedang menyusui, hamil dan kondisi lainnya yang kurang mendukung untuk dilakukan vaksinasi. Sesuai dengan aturan medis lebih baik tidak dilakukan vaksinasi karena sangat berisiko.
“Untuk nakes sendiri rasanya dua minggu kedepan sudah selesai dan lanjut ke tahap non nakes seperti TNI, Polri dan masyarakat umum,”ungkapnya.
Sebelumnya, vaksinasi direncanakan selesai pada bulan April 2022. Tetapi, dilihat dari peta jalan vaksinasi dimajukan dan dipastikan habis pada bulan September 2021. Untuk masyarakat umum, vaksinasi hanya dilakukan kepada yang diteliti dan dianalisis memiliki risiko lebih tinggi terkena COVID-19
“Itu yang secara konseptual kita lihat. Tahap tiga untuk masyarakat umum belum ada kebijakan total semuanya. Yang dianggap memiliki gejala berisiko seperti yang bekerja di pasar atau di Bank,” pungkas Arya Nugraha. (smd)